Jumat, 10 Mei 2013
MENELADANI KESABARAN SITI HAJAR
Siti
Hajar, istri nabi Ibrahim As adalah lambang wanita sejati yang taat
kepada suami dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Segala kesulitan,
kepahitan, keresahan yang ditempuh Siti Hajar bersama anak kecilnya,
Nabi Ismail Alaihi Salam di tengah-tengah padang pasir , adalah lambang
kesetiaan dan kepatuhan seorang isteri kepada amanah suaminya. Sungguh
Ketaatan ibunda Hajar kepada Allah dan suami memberi ispirasi bagi umat
manusia di kemudian hari hingga di abadikan Allah swt sebagai salah
satu ritual ibadah Haji yaitu Sa’i berlari-lari kecil antara bukit Safa
dan Marwa
It’ibar
kisah dari Al-Quran yang menggambarkan seorang isteri,yang ditunjukkan
oleh Siti Hajar, yang sanggup menempuh berbagai kesulitan hidup
semata-mata karena taat akan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
suaminya Nabi Ibrahim Alaihi Salam, suatu teladan bagi muslimah sejati.
Mari kita simak sebagian kisah pengorbanan Siti Hajar.
Mari kita simak sebagian kisah pengorbanan Siti Hajar.
Di
tengah-tengah terik panas di padang pasir yang kering kerontang, Nabi
Ibrahim Alaihi Salam , menunggang unta bersama Siti Hajar, menempuh
perjalanan jauh datang ke suatu daerah yang sekarang dikenal kota Mekah.
Sepanjang perjalanan, dikuatkan hatinya untuk terus bertawakal demi
menjalankan perintah Allah. Dia yakin, Allah tidak akan menganiaya
hamba-Nya. Pasti ada hikmah di balik perintah itu. Selepas kira-kira
enam bulan perjalanan, tibalah mereka di sebuah lembah di tengah-tengah
padang pasir. Nabi Ibrahim Alaihi salam turun dari untanya, meninggalkan
Siti Hajar dan bayinya di bumi gersang itu.
Nabi
Ibrahim Alaihi Salam berkata kepada Siti Hajar, “Nah, kamu harus tinggal
di sini.” Nabi Ibrahim Alaihi Salam menyuruh istrinya, Siti Hajar,
untuk tinggal di tempat tersebut tanpa dirinya, di daerah yang belum ada
penduduknya. Daerah itu hanya berupa padang pasir, gunung batu, tidak
ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada sumur, juga tidak ada sungai.
Walaupun
dalam keadaan seperti itu, Siti Hajar menerima perintah suaminya karena
ia yakin bahwa perintah itu benar dan merupakan perintah dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala . Sebagaimana yang ia katakan, “Allahu amaroka bi
hadza ?” (Apakah Allah yang memerintah kepadamu agar saya tinggal di
sini ?) Nabi Ibrahim menjawab, “Na’am.” (Iya.) Kemudian Siti Hajar
berkata lagi, “Idzan la yudlayyi’uni.” (Jadi kalau begitu, Allah tidak
akan membiarkanku.)
Ini
merupakan gambaran seorang istri yang taat kepada suaminya. Ditinggalkan
dakwah oleh suaminya. Ditinggalkan sendiri dan bukan satu atau dua hari
karena perjalanan Nabi Ibrahim Alaihi Salam dari Mekah ke Syam sangat
jauh dan belum ada pesawat udara. Hal itu bisa menjadi bahan renungan
bagi kita, terutama tentang keadaan Siti Hajar. Bagaimana ia mendapatkan
makanan, minuman, pakaian untuk melanjutkan hidupnya? Bahkan, tidak ada
tempat tinggal dan tidak ada siapa-siapa. Namun, itu semua diterimanya
dengan sabar, ikhtiar, dan tawakal karena sebagai wujud ketaatan
terhadap suami yang hakikatnya ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
.
Selanjutnya,
selang beberapa waktu, persediaan air sudah habis, sedangkan anak yang
masih kecil kehausan. Akhirnya ia mencari air di sekitar tempat itu,
tetapi tidak ia dapatkan. Ia berkeliling dan pulang pergi dengan
lari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwa, tetapi tetap tidak
mendapati air karena memang tidak ada sumber air.
Di
luar dugaan, ketika Nabi Ismail kecil menggerak-gerakkan kakinya karena
ingin minum, keluar air yang melimpah dari bawah padang pasir dan dengan
suara yang bergemuruh. Mendengar dan melihat air tersebut, kemudian
Siti Hajar mengisikan air tersebut ke dalam kirbat, sambil berkata,
“Zumi-zumi !” (Berkumpullah !) Selanjutnya, tempat keluar air tersebut
dinamakan sumur zam-zam dan airnya dinamakan air zam-zam.
Peristiwa
Siti Hajar mencari air merupakan jejak sejarah yang dibicarakan
berulang-ulang setiap tahun. Jejak peristiwa tersebut merupakan salah
satu rukun dalam ibadah haji, yaitu sai. Sai, selain ibadah yang
merupakan napak tilas dari peristiwa Siti Hajar tersebut, juga
mengandung ibrah (pelajaran) dan bahan renungan mengenai pengorbanan,
perjuangan, dan kesabaran seorang istri sekaligus seorang ibu yang
ditinggalkan suaminya di tempat yang “seram”, hanya tinggal berdua
dengan Ismail yang masih kecil. Kesabaran yang didasari keimanan
menjadikan Siti Hajar berada dalam derajat yang tinggi, khususnya di
hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Demikianlah
selintas napak tilas peristiwa Siti Hajar tersebut yang berkaitan
dengan kesabaran. Adapun mengenai kesabaran, Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah menyebutkan kata sabar di sembilan puluh tempat dalam Al-Quran,
juga ditambah dengan keterangan tentang berbagai kebaikan dan derajat
yang tinggi buah dari kesabaran.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala .berfirman, “Dan sesungguhnya, Kami akan memberi
balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl : 96).
“Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar : 10)
Tidak
ada suatu amal yang dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,melainkan
pahalanya diukur dan ditimbang dari kesabaran. Allah telah memberikan
janji kepada orang yang sabar, yaitu akan diberi petunjuk dan
karunia-Nya. Berkaitan dengan hal itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
“Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah : 157)
“Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah : 157)
Ayat-ayat
yang senada dengan ini banyak sekali, demikian pula di dalam hadist. Di
antara hadist tersebut, yaitu yang artinya, “Tidaklah seseorang diberi
karunia yang lebih baik dan lebih luas, selain dari kesabaran.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Kesabaran
merupakan spesifikasi yang dimiliki manusia. Kesabaran tidak digambarkan
pada binatang dengan berbagai kekurangan dan dominasi nafsunya.
Kesabaran juga tidak digambarkan pada malaikat karena malaikat diberi
sifat ketaatan atas perintah Allah dan tanpa diberi nafsu untuk
pembangkangan.
Adapun
ciri sabar dapat dilihat dari sikap seseorang ketika awal terjadinya
suatu musibah, masalah, atau cobaan lainnya. Hal itu didasarkan yaitu :
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,
“Sabar itu hanya pada goncangan yang pertama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sabar itu hanya pada goncangan yang pertama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ciri sabar
yang lainnya ialah seseorang yang dapat menenangkan anggota tubuh dan
lidahnya ketika tertimpa musibah, masalah ataupun cobaan lainnya juga.
Sebagian orang bijak berkata,
“Hai yang terguncang, engkau tidak bisa mengembalikan apa yang sudah lepas dari tangan. Namun, ringankanlah rasa kecewamu.”
“Hai yang terguncang, engkau tidak bisa mengembalikan apa yang sudah lepas dari tangan. Namun, ringankanlah rasa kecewamu.”
Mudah-mudahan
napak tilas tentang Peristiwa Siti Hajar , bisa menjadi dorongan bagi
saudariku muslimah terlebih seorang istri atau siapa saja dalam menerima
ketentuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk bersabar, tetap ikhtiar,
dan tawakal. Hal itu terutama dalam keadaan yang serba kekurangan di
tengah-tengah derasnya terpaan materealistis yang selalu menggoda untuk
mengambil “jalan pintas” dan menghalalkan berbagai cara.
Walhamdulillah Rabbil’alamin
Kepemimpinan Wanita Menurut Pandangan Islam
Rasulullah saw, ketika mendengar kaum Persi dipimpin oleh seorang wanita, yakni putra raja Kisra yang bernama Bûran, beliau berkata,
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh wanita.”
Hadis
tersebut menjelaskan, bahwa suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka
kepada seorang wanita, tidak akan memdapatkan keberuntungan. Padahal,
meraih sebuah keberuntungan dan menghindarkan diri dari kesusahan adalah
sebuah anjuran. Dari sini, Ulama berkesimpulan bahwa wanita tidak
diperkenankan menduduki tampuk kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara.
Ketentuan semacam ni, menurut al-Qâdli Abû bakr ibn al-’Arabiy merupakan
konsensus para ulama.
Sedangkan
untuk kekuasaan yang cakupannya lebih terbatas, semisal pemimpin
daerah, keabsahan kepemimpinan wanita masih menjadi perdebatan para
ulama. Perbedaan ini, dilatarbelakangi adanya perbedaan sudut pandang
dalam menilai kepemimpinan semacam ini, apakah termasuk bagian dari
kekuasaan, persaksian, ataukah fatwa.
Imam
Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita tidak
berhak menjadi pemimpin, meski dalam lingkup yang lebih terbatas. Sebab,
bagaimanapun juga, menjadi pemimpin, baik dengan kekuasaan luas maupun
terbatas, pada hakikatnya sama. Yang membedakan hanyalah wilayah
kekuasaannya semata. Padahal, Rasulullâh jelas-jelas melarang seorang
wanita menjadi pemimpin.
Sedangkan
Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita dapat menjadi penguasa dalam
urusan harta. Beliau berpandangan, ketika wanita diperbolehkan
memberikan kesaksian dalam urusan harta, berarti memberikan keputusan
dalam wilayah tersebut juga sudah semestinya diperbolehkan.
Ibn
Jarîr al-Thabariy, memiliki pandangan yang lebih longgar dalam
permasalahan ini. Beliau berpendapat bahwa wanita dapat menjadi pemimpin
daerah secara mutlak dalam semua hal. Dalam pandangan beliau,
kepemimpinan semacam ini, identik dengan fatwa. Padahal, Rasulullâh
sendiri merestui dan melegalkan seorang wanita untuk memberikan fatwa,
sebagaimana sabda yang beliau sampaikan;
“Ambillah separuh ajaran agama kalian dari Khumayrâ’ ini”.
Prinsipnya,
menurut beliau, setiap orang yang memiliki kredibilitas untuk
menengahi-nengahi pertikaian atau persengketaan di antara manusia,
(tanpa memandang jenis kelamin, entah laki-laki ataukah perempuan) maka
keputusan hukumnya legal dan sah-sah saja, kecuali hal-hal yang memang
telah diputuskan oleh ijmak, yaitu masalah kepemimpinan besar (al-imamah al-kubra).
Teladan Siti Khadijah Menjadi Inspirasi Wanita Modern
Ilustrasi (c) shutterstock Vemale.com - Selain kisah cinta Romeo dan Juliet, bagi umat Islam, kisah cinta yang tidak kalah indah adalah kisah cinta Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah. Bukan hal yang mudah menjadi pasangan seorang rasul, maka kehadiran Siti Khadijah di tengah perjuangan Nabi Muhammad SAW tentulah spesial.
Dibandingkan kepada istri yang lain, rasa cinta Nabi Muhammad SAW terhadap Siti Khadijah sangat besar. Saat menikahi Siti Khadijah, Nabi Muhammad tidak melakukan poligami. Bahkan setelah meninggal, Nabi Muhammad masih sering membicarakan mendiang istrinya. Sebuah rasa cinta yang teramat besar.
Sebagai wanita, kita bisa belajar banyak dari sosok teladan seorang Siti Khadijah. Inilah beberapa di antaranya:
Menjadi Seorang Janda Terhormat
Di masa kehidupan seorang Siti Khadijah, wanita adalah kaum yang dikucilkan dan tidak ada harganya, apalagi seorang janda. Siti Khadijah pernah diceraikan suaminya, tetapi beliau justru memiliki takdir sebagai pendamping seorang Rasulullah. Inilah bukti bahwa tidak selamanya seorang janda itu hina dan boleh dipandang sebelah mata (seperti cap yang diberikan masyarakat hingga saat ini). Jika sang wanita bisa menghormati diri dan perilakunya, maka status apapun yang disandang, dia pantas menjadi wanita mulia yang suatu saat akan memuliakan seorang pria dan keluarganya.
Mandiri Sebagai Saudagar
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Siti Khadijah adalah seorang wirausaha atau saudagar sukses dan kaya raya. Tidak banyak wanita yang mandiri di masa itu, apalagi menjadi seorang saudagar sukses. Inilah bukti bahwa wanita bukan makhluk yang lemah atau bodoh. Wanita bisa menghargai dirinya sendiri dengan menjemput rezekinya dengan mandiri. Dengan menjadi saudagar atau wirausaha, maka terbukalah kesempatan dan rezeki yang lebih besar untuk orang lain.
Tidak Menilai Pria Dari Kekayaannya
Sebagai wanita cantik dan kaya, banyak pria kaya yang ingin melamar Siti Khadijah. Beberapa pelamar itu adalah orang-orang yang berasal dari keluarga kaya dan bersedia membayar berapapun mas kawin yang diinginkan Siti Khadijah. Tetapi wanita mulia tersebut menolak lamaran yang datang secara halus. Harta bukanlah satu-satunya penilaian dalam memilih pasangan hidup.
Melamar Terlebih Dahulu
Jika Anda sering membaca kisah cinta Siti Khadijah dan Nabi Muhammad SAW, Anda pasti tahu bahwa Siti Khadijah yang terlebih dahulu menyatakan keinginannya untuk menikah dengan Rasulullah. Melalui sahabatnya, Siti Khadijah menyampaikan keinginan itu. Hal ini menjadi sebuah jalan bagi wanita untuk tidak malu atau takut mengutarakan keinginan hatinya menikah dengan seorang pria baik, soleh dan berakhlak mulia. Menikah adalah tujuan yang mulia, jadi tidak perlu malu untuk sebuah tujuan mulia yang suci. Kalaupun lamaran itu tidak diterima, janganlah malu, karena Allah SWT pasti punya jawaban terbaik untuk menjawab jodoh seorang wanita.
Istri Yang Taat Pada Suami
Dibandingkan dengan pria kaya raya yang melamar Siti Khadijah, kekayaan Rasulullah saat menikahi Siti Khadijah tidaklah besar. Tetapi Siti Khadijah memilih pria dengan akhlak mulia. Beliau tahu bahwa tugas seorang istri adalah mendampingi suami. Siti Khadijah juga taat dan tidak membawa nama besar keluarganya atau kekayaan yang dimiliki untuk mengurangi rasa hormatnya pada Rasulullah. Pilihlah pria yang taat dan memiliki akhlak mulia, juga pria yang rajin dan pantang menyerah menjemput rezeki halal.
Itulah beberapa teladan Siti Khadijah yang bisa menjadi inspirasi wanita modern. Tulisan ini spesial kami hadirkan untuk sahabat Muslimah yang sebentar lagi akan menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW. Semoga bisa menjadi inspirasi yang akan memuliakan Anda.
Kewajiban Seorang Istri
Kewajiban Seorang Istri.Kedudukan seorang istri
dalam Islam adalah menempati posisi yang mulia.Namun orang-orang yang
tidak suka akan kemuliaan Islam senantiasa berusaha untuk meruntuhkan
sendi dasar dalam kehidupan sebuah rumah tangga dengan berbagai macam
cara.Ada yang disebut dengan emansipasi wanita dan sejenisnya yang
dibalut dengan kata-kata yang manis.Kali ini Muhasabah akan mencoba
share mengenai kewajiban seorang istri dan ini adalah memenuhi permintaan sahabat blog keperawatan pada postingan sebelum ini.Dan semoga mengetahui beberapa kewajiban istri ini akan dapat bermanfaat.
Keberadaan seorang wanita sebagai istri dan juga sebagai seorang ibu dalam lingkungan sebuah keluarga memiliki arti yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan istri merupakan satu tiang yang menegakkan kehidupan keluarga dan termasuk pemeran utama dalam mencetak "orang-orang besar". Sehingga tepat sekali bila ada yang mengatakan bahwa : "Di balik setiap orang besar ada seorang wanita yang mengasuh dan mendidiknya".
Berikut beberapa kewajiban seorang istri dalam sebuah rumah tangga adalah :
1. Taat kepada suami dalam hal serta perkara bukan dalam rangka maksiat kepada Allah.
Taat ini karena seorang suami adalah seorang pemimpin dalam rumah tangga.Dan ketaatan ini lebih didahulukan daripada melakukan ibadah sunnah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
7. Bersikap dan berkata jujur terhadap suami dalam segala sesuatu,
Khususnya ketika ada sesuatu yang terjadi sementara suami tidak berada dalam rumah. Jauhi sifat dusta karena hal ini akan menghilangkan kepercayaan suami.
Demikian tadi saudaraku beberapa kewajiban seorang istri dan semoga bisa berguna serta bermanfat bagi kita semuanya aamiin
Keberadaan seorang wanita sebagai istri dan juga sebagai seorang ibu dalam lingkungan sebuah keluarga memiliki arti yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan istri merupakan satu tiang yang menegakkan kehidupan keluarga dan termasuk pemeran utama dalam mencetak "orang-orang besar". Sehingga tepat sekali bila ada yang mengatakan bahwa : "Di balik setiap orang besar ada seorang wanita yang mengasuh dan mendidiknya".
Berikut beberapa kewajiban seorang istri dalam sebuah rumah tangga adalah :
1. Taat kepada suami dalam hal serta perkara bukan dalam rangka maksiat kepada Allah.
Taat ini karena seorang suami adalah seorang pemimpin dalam rumah tangga.Dan ketaatan ini lebih didahulukan daripada melakukan ibadah sunnah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Tidak boleh seorang wanita puasa (sunnah) sementara suaminya ada di tempat kecuali setelah mendapatkan izin suaminya."(HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)Kewajiban dalam menaati suami ini dalam perkara yang ia perintahkan sebatas kemampuan seorang istri , karena hal ini juga merupakan keutamaan seorang lelaki terhadap kaum wanita.
2. Mengerjakan pekerjaan rumah sebagai seorang ibu rumah tangga seperti halnya memasak, mencuci, membersihkan rumah dan sebagainya.
Seorang
istri sudah semestinya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti di atas
dengan penuh kerelaan dan kelapangan hati dan kesadaran bahwa hal itu
merupakan salah satu ibadah kepada Allah.
3. Menjaga harta suami.
Dalam hal menjaga harta suami ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Sebaik-baik wanita penunggang unta, wanita Quraisy yang baik, adalah yang sangat penyayang terhadap anaknya ketika kecilnya dan sangat menjaga suami dalam apa yang ada di tangannya." (HR. Al-Bukhari no. 5082 dan Muslim no. 2527)
4.
Menjaga rahasia suami dan juga kehormatannya sehingga hal tersebut akan
menumbuhkan kepercayaan sang suami secara penuh terhadapnya.
5. Bergaul dengan suami dengan cara yang baik.
Hal
tersebut bisa dilakukan dengan cara membuatnya ridha ketika suami
marah, menunjukkan rasa cinta dan sayang kepadanya dan juga penghargaan,
mengucapkan kata-kata yang baik dan wajah yang selalu penuh senyuman,
dan memaafkan kesalahan suami bila ia bersalah.Hal yang tidak kalah penting adalah dalam hal memperhatikan makanan,minuman, serta pakaian dari suami.
6. Mengatur waktu dengan sebaik mungkin.
Sehingga
dengan mengatur waktu ini semua pekerjaan terselesaikan pada waktunya,
menjaga kebersihan dan juga keteraturan didalam rumah sehingga selalu
tampak rapi dan juga bersih hingga hal tersebut menimbulkan sesuatu yang
menyenangkan pandangan bagi sang suami dan membuat buah hati menjadi betah di dalam rumah.7. Bersikap dan berkata jujur terhadap suami dalam segala sesuatu,
Khususnya ketika ada sesuatu yang terjadi sementara suami tidak berada dalam rumah. Jauhi sifat dusta karena hal ini akan menghilangkan kepercayaan suami.
Demikian tadi saudaraku beberapa kewajiban seorang istri dan semoga bisa berguna serta bermanfat bagi kita semuanya aamiin
Biografi Abu Bakar As-Sidiq
Abu Bakar As-Sidiq adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam
(assabiqunal awwalun), sahabat Rasullullah Saw., dan juga khalifah
pertama yang dibaiat (ditunjuk) oleh umat Islam. Beliau lahir bersamaan
dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw. pada 572 Masehi di Mekah,
berasal dari keturunan Bani Taim, suku Quraisy. Nama aslinya adalah
Abdullah ibni Abi Quhaafah.
Berdasarkan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat itu dimana kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik minat anak-anak muda, orang miskin, kaum marjinal dan para budak, sulit diterima bahwa Abu Bakar justru termasuk dalam mereka yang memeluk Islam dalam periode awal dan juga berhasil mengajak penduduk mekkah dan kaum Quraish lainnya mengikutinya (memeluk Islam).
Abu Bakar berarti ‘ayah si gadis’, yaitu ayah dari Aisyah istri Nabi Muhammad SAW. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Ka’bah (artinya ‘hamba Ka’bah’), yang kemudian diubah oleh Rasulullah menjadi Abdullah (artinya ‘hamba Allah’). Sumber lain menyebutkan namanya adalah Abdullah bin Abu Quhafah (Abu Quhafah adalah kunya atau nama panggilan ayahnya). Gelar As-Sidiq (yang dipercaya) diberikan Nabi Muhammad SAW sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar ash-Shiddiq. Sebagaimana orang-orang yang pertama masuk Islam, cobaan yang diderita Abu Bakar As-Sidiq cukup banyak. Namun ia senantiasa tetap setia menemani Nabi dan bersama beliau menjadi satu-satunya teman hijrah ke
Berdasarkan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat itu dimana kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik minat anak-anak muda, orang miskin, kaum marjinal dan para budak, sulit diterima bahwa Abu Bakar justru termasuk dalam mereka yang memeluk Islam dalam periode awal dan juga berhasil mengajak penduduk mekkah dan kaum Quraish lainnya mengikutinya (memeluk Islam).
Abu Bakar berarti ‘ayah si gadis’, yaitu ayah dari Aisyah istri Nabi Muhammad SAW. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Ka’bah (artinya ‘hamba Ka’bah’), yang kemudian diubah oleh Rasulullah menjadi Abdullah (artinya ‘hamba Allah’). Sumber lain menyebutkan namanya adalah Abdullah bin Abu Quhafah (Abu Quhafah adalah kunya atau nama panggilan ayahnya). Gelar As-Sidiq (yang dipercaya) diberikan Nabi Muhammad SAW sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar ash-Shiddiq. Sebagaimana orang-orang yang pertama masuk Islam, cobaan yang diderita Abu Bakar As-Sidiq cukup banyak. Namun ia senantiasa tetap setia menemani Nabi dan bersama beliau menjadi satu-satunya teman hijrah ke
Menjelang wafatnya Rasullullah, Abu Bakar ditunjuk sebagai imam shalat menggantikannya. Hal ini diindikasikan bahwa Abu Bakar kelak akan menggantikan posisi Nabi memimpin umat. Setelah wafatnya Rasullullah, maka melalui musyawarah antara kaum Muhajirin dan Anshar memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama, memulai era Khulafaur Rasyidin. Meski ditentang oleh sebagian muslim Syiah karena menurut mereka Nabi pernah memilih Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya, namun Ali bin Abi Thalib menyatakan setia dan mendukung Abu Bakar sebagai khalifah.
Segera setelah menjadi khalifah, urusan Abu Bakar banyak disibukkan oleh pemadaman pemberontakan dan pelurusan akidah masyarakat yang melenceng setelah meninggalnya Nabi. Beliau memerangi Musailamah Al-Kazab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad Saw, dan juga memungut zakat kepada suku-suku yang tidak mau membayarnya setelah meninggalnya Nabi Muhammad Saw. Mereka beranggapan bahwa zakat adalah suatu bentuk upeti terhadap Rasullullah. Setelah usainya pemberontakan dan berbagai masalah internal, beliau melanjutkan misi Nabi Muhammad menyiarkan syiar Islam ke seluruh dunia. Abu Bakar mengutus orang-orang kepercayaannya ke Bizantium dan Sassanid sebagai misi menyebarkan agama Islam. Khalid bin Walid juga sukses menaklukkan Irak dan Suriah dengan mudah.
Beliau menjadi khalifah dalam jangka waktu 2 tahun. Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah. Beliau dimakamkan di samping makam Rasullullah Saw. Selanjutnya posisi khalifah digantikan oleh Umar bin Khatab
Umar bin Khattab
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum memeluk Islam, Umar adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah, sebagaimana tradisi yang dijalankan oleh kaum jahiliyah Mekkah saat itu, Umar juga mengubur putrinya hidup-hidup sebagai bagian dari pelaksanaan adat Mekkah yang masih barbar. Setelah memeluk Islam di bawah Nabi Muhammad S.A.W., Umar dikabarkan menyesali perbuatannya dan menyadari kebodohannya saat itu sebagaimana diriwayatkan dalam satu hadits "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".
Umar juga dikenal sebagai seorang peminum berat, beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi seorang Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.
Memeluk Islam
Ketika Nabi Muhammad S.A.W. menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah, Umar bereaksi sangat antipati terhadapnya, beberapa catatan mengatakan bahwa kaum Muslim saat itu mengakui bahwa Umar adalah lawan yang paling mereka perhitungkan, hal ini dikarenakan Umar yang memang sudah mempunyai reputasi yang sangat baik sebagai ahli strategi perang dan seorang prajurit yang sangat tangguh pada setiap peperangan yang ia lalui. Umar juga dicatat sebagai orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad S.A.W.Pada puncak kebenciannya terhadap ajaran Nabi Muhammad S.A.W., Umar memutuskan untuk mencoba membunuh Nabi Muhammad S.A.W., namun saat dalam perjalanannya ia bertemu dengan salah seorang pengikut Nabi Muhammad S.A.W. bernama Nu'aim bin Abdullah yang kemudian memberinya kabar bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W. yang ingin dibunuhnya saat itu. Karena berita itu, Umar terkejut dan pulang ke rumahnya dengan dengan maksud untuk menghukum adiknya, diriwayatkan bahwa Umar menjumpai saudarinya itu sedang membaca Al Qur'an (surat Thoha ayat 1-8), ia semakin marah akan hal tersebut dan memukul saudarinya. Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat, diriwayatkan Umar menjadi terguncang oleh apa yang ia baca tersebut, beberapa waktu setelah kejadian itu Umar menyatakan memeluk Islam, tentu saja hal yang selama ini selalu membelanyani membuat hampir seisi Mekkah terkejut karena seseorang yang terkenal paling keras menentang dan paling kejam dalam menyiksa para pengikut Nabi Muhammad S.A.W. kemudian memeluk ajaran yang sangat dibencinya tersebut, akibatnya Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia menjadi kurang atau tidak dihormati lagi oleh para petinggi Quraisy yang selama ini diketahui selalu membelanya.
Kehidupan di Madinah
Pada tahun 622 M, Umar ikut bersama Nabi Muhammad S.A.W. dan pemeluk Islam lain berhijrah (migrasi) (ke Yatsrib (sekarang Madinah) . Ia juga terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Pada tahun 625, putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Nabi Muhammad S.A.W. Ia dianggap sebagai seorang yang paling disegani oleh kaum Muslim pada masa itu karena selain reputasinya yang memang terkenal sejak masa pra-Islam, juga karena ia dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad S.A.W. dan ajaran Islam pada setiap kesempatan yang ada bahkan ia tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama mereka ia ikut menyiksa para pengikutnya Nabi Muhammad S.A.W.Wafatnya Nabi Muhammad S.A.W.
Pada saat kabar wafatnya Nabi Muhammad S.A.W. pada 8 Juni 632 M (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah) di Madinah sampai kepada umat Muslim secara keseluruhan, Umar dikabarkan sebagai salah seorang yang paling terguncang atas peristiwa itu, ia menghambat siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Akibat syok yang ia terima, Umar berkeras bahwa Nabi Muhammad S.A.W. tidaklah wafat melainkan hanya sedang tidak sadarkan diri, dan akan kembali sewaktu-waktu. [2]Abu Bakar yang mendengar kabar bergegas kembali dari Madinah, Ia menjumpai Umar sedang menahan Muslim yang lain dan lantas mengatakan (|cquote! :"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Nabi Muhammad S.A.W., Nabi Muhammad S.A.W. sudah meninggal dunia. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati."! |)
Abu Bakar mengingatkan kepada para pemeluk Islam yang sedang terguncang, termasuk Umar saat itu, bahwa Nabi Muhammad S.A.W., seperti halnya mereka, adalah seorang manusia biasa, Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur'an [3] dan mencoba untuk mengingatkan mereka kembali kepada ajaran yang diajarkan Nabi Muhammad S.A.W. yaitu kefanaan makhluk yang diciptakan. Setelah peristiwa itu Umar menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan. ya Allah
masa kekhalifahan Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.
Menjadi khalifah Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar.
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Wafatnya
Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah wafat, jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.Semasa Umar masih hidup Umar meninggalkan wasiat yaitu[rujukan?]:
- Jika engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
- Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
- Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah Allah. Karena tiada seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah.
- Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
- Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiplah untuk mati. Karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi ,dan penuh penyesalan.
- Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.
Biografi Usman bin Affan
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam
Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom
yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang
diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan
Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat
karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw
yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah Saw memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1000 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk
Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah Saw memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1000 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk
Setelah wafatnya Umar bin Khatab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada hari Jumat tanggal 17 Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
ALI BIN ABI THALIB
PENDAHULUAN
Dari seluruh sahabat Rasulullah, Ali bin Abi Thalib adalah salah satu
yang pertama kali memeluk Islam dan berjuang menegakkannya bersama
Rasulullah saw. Ia memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Kedudukan
ini sangat istimewa diberikan Rasulullah saw. Bagi beliau, tingkat
kesalehan dan kualitas amal para sahabat tersebut tidak dapat
disetarakan dengan siapa pun juga, meskipun yang dikerjakan generasi
berikutnya tampak lebih besar. Karenanya, Rasulullah saw. melarang
mencibir dan mencaci karya para sahabat utamanya itu.
Ali bin Abi Thalib adalah salah satu orang yang pertama kali beriman
dengan Rasulullah SAW meskipun dia saat itu masih kecil. Dia adalah
putera Ali bin Abi Thalib paman Rasulullah SAW dan dikawinkan dengan
puterinya yang bernama Fatimah yang dari pihak inilah Rasulullah
memperoleh keturunan. Ali semanjak kecilnya sudah dididik dengan adab
dan budi pekerti Islam, dia termasuk orang yang sangat fasih berbicara
dan pengetahuannya juga tentang Islam sangat luas sehingga tidak heran
dia adalah salah satu periwayat yang terbanyak meriwayatkan hadits
Rasulullah SAW.
Ali menggantikan kekhalifahan Usman bin Affan yang telah meninggal
sebelum jabatannya berakhir selama kurang lebih sekitar lima tahun,
setelah sebelumnya dilakukan bai’at, dia banyak melakukan perubahan
hukum ketatanegaraan seperti kebijakan tentang hak pertanahan, pembagian
harta warisan perang. Juga timbul bermacam-macam masalah yang dapat
mempengaruhi kemajuan dan kemunduran negara Islam. Dalam makalah ini
akan dijelaskan mengenai sejarah kemajuan dan kebijakan politik pada
masa khalifah Ali bin Abi Thalib serta kemunduran akibat
pemberontakan-pemberontakan yang ditandai perang terbuka antar umat
Islam.
PEMBAHASAN
A. ALI BIN ABI THALIB
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hijaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13
Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya
kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim
Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap
Rasulullah SAW masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat
menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun
bahkan 32 tahun. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman
Rasulullah SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu
Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan
disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu
yang baru lahir diberi nama Haydar, Rasulullah SAW terkesan tidak suka,
karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di
sisi Allah).[1]
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Rasulullah
SAWkarena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga
Abu Thalib memberi kesempatan bagi Rasulullah SAW bersama istri beliau
Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini
sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi
sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah
bersama dengan Muhammad. Ketika Rasulullah SAW menerima wahyu,
riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki
pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya
setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada saat itu Ali berusia sekitar
10 tahun.[2]
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari
Rasulullah SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat
dengan Rasulullah dan mengawinkannya dengan putri Beliau yang bernama
Fatimah. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada
pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani atau yang kemudian dikenal
dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Rasulullah khusus kepada Ali tapi
tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.[3]
Bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur
ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Rasulullah harus
disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya
bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas
masing-masing. Didikan langsung dari Rasulullah SAW kepada Ali dalam
semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior)atau syariah dan
bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda
yang sangat cerdas, berani dan bijak, fasih dalam berbicara, dan salah
satu orang yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah SAW.[4]
Selain itu Ali adalah orang yang sangat berani dan perkasa dan selalu
hadir pada setiap peperangan karena itu dia selalu berada di barisan
paling depan pada setiap peperangan yang dipimpin Rasulullah.
ILMUWAN ISLAM
Di
dalam Islam, ada tiga pilar yang harus dikerjakan untuk menjadi manusia yang
selalu bertaqwa dan berbudaya dengan baik. Yaitu, percaya kepada Allah, menggali
ilmu (ilm), dan mencintai sesama manusia
.
Islam
sering kali diberikan gambaran oleh orang-orang dan golongan yang tidak pernah
mengenalnya sebagai agama yang mundur dan memundurkan.
Islam
juga dikatakan tidak pernah menggalakkan umatnya untuk menuntut dan menguasai
pelbagai lapangan ilmu pengetahhuan.
Kenyataan
dan gambaran yang diberikan itu bukan saja tidak benar tetapi justru
bertentangan dengan hakikat sejarah yang sebenarnya.
Sejarah
adalah fakta, dan fakta adalah sejarah. Sejarah telah membuktikan betapa dunia
Islam telah melahirkan banyak golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat
dalam berbagai bidang keilmuwan.
Pada
masa lalu dan memang sudah ajaran Islam, bahwa jika seseorang menemukan alat
atau apapun yang belum ada manusia yang menciptakannya, maka wajiblah baginya
untuk menyebarkan hasil temuannya itu.
Menyebarkannya
kepada umat manusia agar mereka semakin dapat mempermudah pekerjaannya dan
menjadikan mereka semakin bersyukur kepada Allah.
Mereka
tidak menuntut satu apapun, termasuk “hak paten” atau “upeti” lainnya akibat
temuannya tersebut.
Dan
dari orang-orang baratlah ilmu-ilmu itu kemudian dicuri, lalu dipatenkan atas
nama mereka masing-masing untuk mencari keuntungan. Banyak sekali
penemuan-penemuan dari kebudayaan Islam yang tak tercatat sejarah.
Misalkan,
diantaranya adalah keilmuwan dalam bidang falsafah, sains, politik,
kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, pengobatan, astronomi dan sebagainya.
Salah
satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka
tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi mereka
juga menguasai keilmuwan tersebut dalam masa yang singkat dan dapat menguasai
beberapa bidang ilmu secara bersamaan.
Langganan:
Postingan (Atom)